Lembutnya Jiwa Sang Pembawa Risalah

Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam, merupakan sosok manusia yang sangat mulia. Beliau merupakan seseorang yang sangat penyayang. Sifat pemurah dan penyayang yang beliau miliki bukan hanya diberikan kepada orang-orang muslim saja akan tetapi untuk seluruh manusia yang ada di muka bumi ini, termasuk orang-orang yang memusuhi beliau. 

Peristiwa Thaif menjadi suatu kenangan pahit sekaligus kisah dari lembutnya sifat Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam dalam mewariskan dakwah yang penuh rahmat. Peristiwa itu terjadi tiga tahun sebelum hijrah dan sebelum peristiwa itu terjadi, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam merasakan duka yang sangat mendalam, yaitu ditinggal wafat oleh dua sosok orang yang menjadi pelindungnya, yaitu sang paman Abu Thalib dan istri tercinta, Khadijah binti Khuwailid. Dengan wafatnya dua sosok orang yang sangat beliau cintai sekaligus pelindung beliau, maka orang-orang musyrik Quraisy merasa kian kuat karena kini para pelindung Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam itu telah tiada. Makkah sudah seperti tanah berduri bagi Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. Kaum kafir makin berani merundung dan bahkan menganiaya para pengikut risalah tauhid.

Di tanah kelahirannya itu, Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam merasa seperti orang asing. Suatu kali, beliau pulang ke rumah dalam keadaan sekujur tubuhnya penuh lumuran tanah kotor. Seseorang telah melempari Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam dengan bertubi-tubi. Fatimah az-Zahra yang menyaksikan ayahnya dalam keadaan demikian berlinang air mata. Putri Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam itu pun membersihkan kotoran dari tubuh sang ayah.

Dengan sabar, Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam menghibur hatinya dan berkata “Jangan menangis, anakku, Tuhan akan melindungi ayahmu!”. Ujian yang datang dari kaum kafir terus berlangsung. Maka dari itu, Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam mulai berupaya menyebarkan dakwah di daerah lain. Dengan ditemani Zaid bin Haritsah, beliau memutuskan pergi ke Thaif. Kota itu terletak sekitar 80 kilometer arah selatan Makkah. Di kota ini, Rasulullah tinggal selama sepuluh hari dan tujuan Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam pergi mengunjungi Thaif bermaksud untuk mendapatkan dukungan dan perlindungan dari Bani Tsaqif, suku setempat yang paling dominan. Thaif waktu itu dipandang sebagai zona damai dengan penduduknya yang cenderung terbuka. Harapan beliau, terbukalah wilayah dak wah baru yang damai, tanpa kekerasan. Perjalanan ini dilakukan tidak lama setelah wafatnya Siti Khadijah dan Abu Thalib, pelindung utama yang juga paman Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. 

Misi Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam ternyata tidak berhasil. Penguasa Bani Tsaqif menolak kedatangan beliau. Kabilah itu dipimpin tiga orang bersaudara. Seharusnya, secara etika mereka menerima Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam dengan baik. Selayaknya tuan rumah menghargai tamunya. Namun, mereka dengan terus terang mengatakan, tidak senang dengan Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum Muslimin yang saat itu jumlahnya masih belum seberapa. Bahkan, salah satu dari mereka menghina beliau, “Apakah Tuhan tidak menemukan orang selain dirimu untuk menjadi utusan-Nya?”

Menyadari upayanya tak berhasil, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam kemudian meninggalkan ruangan itu.

Namun, di tengah perjalanan, penduduk Thaif seperti bersiap-siap menyerang beliau. Rupaya, mereka ingin Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam pulang tidak dalam keadaan selamat. Perlakuan mereka begitu kasar. Kata-kata kotor keluar dari lisan puluhan warga Thaif. Segerombolan orang bahkan melempari Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam dengan batu dan tanah.

Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam pun terluka cukup parah. Dengan sisa kekuatan yang ada, beliau tetap melangkahkan kaki menuju Makkah. Namun, langkah kaki beliau tertatih-tatih, menahan setiap serangan membabi buta yang datang dari masyarakat Thaif. Sampai di perbatasan kota, amuk mereka mulai mereda. Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam dan Zaid bin Haritsah begitu lelah. Dengan tubuhnya yang penuh dengan luka terutama pada kakinya, tapi mereka tetap melanjutkan perjalanan. Sementara, di langit para malaikat menyaksikan pemandangan memilukan ini. Allah Subhanahu Wata’ala mengutus mereka agar menemui sang Khatamul Anbiya.

Merasa situasi cukup aman, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam pun menghentikan langkahnya. Beliau menambatkan untanya, kemudian menundukkan wajahnya. Ada perasaan haru di dalam dadanya. Kemudian, Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam memanjatkan doa. 

“Allahumma Ya Allah. Kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Penya yang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli. Sebab, sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada cahaya wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat, (aku berlindung) dari kemurkaan-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan tiada daya dan upaya melainkan dengan kehendak-Mu.” 

Sesaat kemudian, malaikat Jibril turun dan menghampiri Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. Jibril berkata, Allah mengetahui apa yang terjadi padamu wahai Nabi Allah dan orang-orang ini (penduduk Thaif). Allah telah memerintahkan malaikat-malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.

Para malaikat penjaga gunung yang mengiringi Jibril lantas menyahut, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaum mu itu (penduduk Thaif) kepadamu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabbmu telah mengutus ku kepadamu, untuk engkau perintahkan sesukamu. Jika engkau suka, aku bisa membalikkan dan menjatuhkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka sehingga siapa pun yang tinggal di antara keduanya akan mati terimpit.”

Lantas apa jawaban Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam? Dalam kondisi yang amat memilukan itu, Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam dengan segala sifat pemurah dan kelembutan hatinya, beliau berkata kepada mereka:

“Walaupun mereka menolak ajaran Islam, aku berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.”

Maasya Allah! Tak hanya itu, Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam kemudian mengangkat tangannya seraya berdoa:

“Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”

Tidak ada dendam terbersit sedikitpun dalam hati Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau tetap bersabar dalam situasi yang sulit, meskipun sesungguhnya memiliki kesempatan untuk menimpakan kesulitan yang sama bagi mereka yang memusuhinya. Bahkan, dari lisan mulianya terucap kata-kata doa yang indah.

Demikianlah sepenggal dari kisah pilu yang dialami oleh Nabi Kita tercinta, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. Banyak penderitaan yang Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam rasakan, bahkan tidak ada satupun manusia di muka bumi ini yang pernah menanggung derita karena disakiti oleh kaumnya sendiri melebihi Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam. tidak ada yang benar-benar merasakan cobaan yang berat melebihi cobaan yang dirasakan manusia yang paling agung sepanjang sejarah itu. Dengan sifat Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat penyayang, beliau terus bertahan dalam berdakwah, menegakkan agama Allah Swt. modal yang beliau bawa dalam berdakwah, yaitu cinta. Dengan segenap cinta dan kasih sayang yang beliau miliki, tak pernah ada ruang sedikitpun dalam benak hati beliau untuk membenci kaumnya. Meskipun kita tahu betapa dahsyatnya fitnah dan kekejaman yang dilakukan oleh kaum yang memusuhi beliau.

Setiap kali ketika Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan dakwahnya, tak lepas dari perlakuan keji yang beliau terima.

Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam. bersabda:

Tidak seorangpun yang pernah disakiti di jalan Allah lebih dari padaku. Tidak seorangpun yang pernah takut dalam jalan Allah lebih dari padaku. Pernah selama sebulan penuh aku dan Bilal tidak mendapatkan makanan kecuali hanya sedikit saja.”

(HR. Ahmad).

Banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil dari setiap kisah sang pembawa risalah, yakni Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. hal ini merupakan sebuah contoh atau suri tauladan yang baik untuk kehidupan kita. Sebagaimana yang tertera dalam ayat Al-Quran berikut.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

21. Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)

Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam bagaikan mata air kehidupan, dari jiwanya yang luhur maka mengalirlah sungai-sungai kebaikan. Beliau adalah tambang kemuliaan dan keindahan. Semua tindakannya merupakan sumber dari ilmu pengetahuan dan sumber segala kebaikan. Beliau adalah sosok teladan yang sempurna, kedatangannya bagaikan cahaya yang muncul di pagi hari sehingga menerangi gelapnya kehidupan.

Umat Islam wajib bersikap lembut dalam menghadapi berbagai situasi dan tantangan. Banyak musuh-musuh Allah yang selalu memprovokasi agar umat Islam bersikap ekstrem, bertindak anarkis, dan melakukan teror. Dengan sikap dan perilaku tidak terpuji itu, akan menzalimi diri sendiri dan jauh dari sifat pemurah dan sifat penyayang yang telah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan.

Jakarta, 08 Oktober 2022

Empong Sandi Ami (@Esandyamiiii)

References

al – Mubarakfuri, S. (2020). Sirah Nabawiyah. Gema Insani. https://books.google.co.id/books?id=zioTEAAAQBAJ&dq=sirah+nabawiyah&lr=&hl=id&source=gbs_navlinks_s

Ichsan, A.S. (2021, March 10). Peristiwa Thaif, Monumen Kelembutan Dakwah Rasulullah. Republika. Retrieved October 8, 2022, from https://www.republika.co.id/berita/qpqzyd483/peristiwa-thaif-monumen-kelembutan-dakwah-rasulullah

Tejomukti, R. A. (2019, December 23). Teladan Welas Asih Rasulullah untuk Penduduk Thaif. Republika. Retrieved October 8, 2022, from https://www.republika.co.id/berita/q2ym8t430/teladan-welas-asih-rasulullah-untuk-penduduk-thaif

Umar, E. (2018). Menangis Bersama Nabi. DIVA PRESS. https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=YsIqEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA5&dq=penduduk+thaif&ots=yR5sk2Eaov&sig=phNRgOTumyyHyYJYI4YP-g01xr4&redir_esc=y#v=onepage&q=penduduk%20thaif&f=false

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top