Dalam kehidupan, semua orang pasti memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab itu dapat berbeda-beda bentuknya. Diantaranya yaitu berupa amalan, diri pribadi, orang lain, bahkan harta sekalipun. Tanggung jawab yang diemban oleh manusia itu menyebabkan setiap manusia memiliki predikat pemimpin dalam setiap jalan yang ditempuh. Hal ini tertuang dalam hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ, وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ, وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ, وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
Ibnu umar r.a berkata: saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
Maka seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya.
Dan seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya”. (HR Bukhari).
Pertanggungjawaban sebagai pemimpin memang diperuntukkan untuk setiap manusia, namun tak semua darinya dapat memegang amanah tanggung jawab ini dengan baik. Sebagai pemimpin dari segala hal, dibutuhkan berbagai macam sifat agar setiap amalan yang dilakukan dapat berujung pada kebaikan.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan pemimpin yang sangat mulia, agung, dan memiliki akhlak yang sempurna. Beliau adalah panutan bagi setiap umat di muka bumi ini. Setiap perkataan, perbuatan dan perilaku yang dilaksanakan beliau merupakan contoh yang patut ditiru oleh para umat muslim.
Sebagai seorang pemimpin dari umat yang begitu besar ini, terdapat sikap bijaksana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menetapkan suatu perkara. Sebelumnya, apakah yang dimaksud dari bijaksana?
Bijaksana adalah suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Dapat disebutkan pula, bijaksana adalah sikap tepat dalam menyikapi setiap keadaan dan peristiwa sehingga memancarlah keadilan, kerendahan hati serta kebeningan hati.
Sebelum memutuskan suatu perkara, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan selalu memikirkannya secara matang, dan mengacu kepada kaidah yang ditetapkan dalam Al-Quran. Tidaklah Rasulullah menetapkan sesuatu yang akan berat sebelah dan memberikan kerugian. Beliau menggunakan akal cerdiknya agar hal yang diputuskan berakhir pada kebaikan bersama.
Kebijaksanaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat banyak bentuknya. Contohnya yaitu pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memutuskan sanksi rajam terhadap pelaku perzinahan.
Suatu waktu ada seorang wanita dari suku Ghamidiyyah menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Dia berkata, ”Ya Rasulullah, sungguh aku telah berbuat lacur. Maka, aku mohon bersihkanlah aku.” Nabi kala itu menolak pengaduan tulus dari wanita tersebut.
Karena penasaran atas pertemuannya dengan Nabi yang tidak membawa hasil, perempuan tersebut kembali mendatangi Nabi keesokan harinya seraya berkata, ”Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menjawab pengaduanku? Apa barangkali engkau meragukanku sebagaimana engkau meragukan pengaduan Ma’iz? Demi Allah, aku sekarang sedang hamil.” Kali ini Nabi menjawab, ”Datanglah sesudah kamu melahirkan.”
Beberapa bulan kemudian, setelah perempuan Ghamidiyyah itu melahirkan anak yang dikandungnya, dia menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sambil membawa serta bayi dalam gendongannya. Dia berkata, ”Rasulullah, aku telah melahirkan.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan ramah, ”Pergilah kamu menyusui anakmu hingga kamu menyapihnya.”
Setelah masa menyusui anaknya berakhir, ia kembali menghadap Nabi. ”Wahai Nabi Allah, ini aku. Sekarang anakku telah kusapih dan dia sudah bisa makan.” Berikutnya si anak yang masih kecil tersebut diserahkan kepada seseorang dari kaum Muslimin dan akhirnya Nabi memutuskan agar wanita tersebut dirajam, sebagai hukuman atas perbuatan zina yang dilakukannya.
Bagaimana sikap bijaksana dapat diambil dari kisah ini? Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak gegabah dalam melaksanakan rajam pada wanita Ghamidiyyah tersebut sebelum perempuan itu menuntaskan kewajibannya sebagai seorang ibu. Ketika ia masih mengandung, maka dirawatlah bayi dalam kandungan itu hingga terlahir ke dunia ini. Ketika masih menjadi bayi yang tak bisa berbuat apapun, maka disusuilah hingga mencapai usia yang cukup dan dapat diserahkan pada selain ibunya. Barulah dari sana sang ibu mendapat hukuman dari perbuatan yang dilakukannya dahulu.
Contoh bijaksana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lainnya ialah ketika peristiwa Fathul Makkah, yaitu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan pasukan Muslim datang untuk menaklukkan kota suci Makkah.
Saat itu, orang-orang musyrik dan kaum Quraisy merasa sangat ketakutan. Tidak ada satu orang pun yang berani keluar, apalagi untuk melawan pasukan Muslim yang langsung dipimpin oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hal ini membuat banyak sekali orang musyrik dan juga kaum Quraisy merasa terpukul. Diantaranya yakni Abu Sufyan, dia adalah pemimpin kaum kafir dan juga seorang bangsawan yang terhormat. Abu Sufyan biasanya selalu disanjung dan dipuji oleh rakyatnya. Namun saat peristiwa itu terjadi, ia tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan sekedar keluar rumah pun ia tidak berani.
Setelah kejadian itu, saat beliau hendak melangkahkan kaki ke Masjidil Haram untuk meruntuhkan berhala-berhala di Ka’bah, Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berseru kepada penduduk Makkah “Barang siapa yang masuk ke dalam Masjidil Haram dan rumah Abu Sufyan, maka akan dilindungi,”.
Mendengar seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Sufyan merasa sangat bangga karena rumahnya disamakan dengan Masjidil Haram. Sekarang, ia sudah tidak perlu lagi kehilangan rasa percaya diri dihadapan rakyat-rakyatnya. Karena ia merasa bahwa rumahnya disamakan dengan Masjidil Haram, tempat yang dihormatinya.
Atas kejadian itu, seketika juga putra Abu Sufyan, Mu’awiyah segera memeluk agama Islam. Namun Abu Sufyan dan Istrinya masih belum menerima Islam sebagai agamanya, mereka masih meminta waktu seminggu untuk berfikir dan berdialog dengan istrinya. Sedangkan semua penduduk Quraisy sudah berbondong-bondong masuk ke ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Mendengar Abu Sufyan yang meminta waktu satu minggu untuk berpikir, Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jangan seminggu!”. “Apakah waktu seminggu itu terlalu lama?” tanya Abu Sufyan dengan terkejut. “Tidak, waktu satu minggu itu terlalu cepat untukmu, jadi sekarang kuberi waktu dua bulan untuk berfikir secara leluasa, apakan kamu akan bersyahadat atau tidak. Sebab agama Islam adalah agama orang-orang yang berfikir dan berakal. Tidak ada agama bagi orang-orang yang tidak memiliki akal”. Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara jelas.
Contoh lainnya yaitu ketika seorang Badui mendatangi sebuah masjid di Madinah dan kemudian buang air di pojok masjid tersebut. Melihat kejadian itu, para sahabat marah dan hendak menghajarnya. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam malah tersenyum dan berkata, “Janganlah kalian marah, biarkan ia selesaikan dulu perbuatannya dan ambilkan air untuk menyiramnya.” Setelahnya, orang Badui itu berdoa memohon rahmat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengamininya.
Kemudian, ketika beliau sebagai seorang panglima perang untuk pasukan Islam terhadap pasukan Quraisy. Untuk mempersiapkan diri menghadapi perang itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mencari informasi tentang berapa banyak pasukan Quraisy kepada dua orang pemuda penyedia air minum pasukan Quraisy. Mereka pun menjawab bahwa setiap harinya pasukan Quraisy menyembelih unta dan kambing sekitar 9-10 ekor.
Mengetahui hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dapat memprediksikan jumlah pasukan musuh, yaitu sekitar sembilan ratus hingga seribu orang. Kala itu, pasukan muslim berjumlah jauh lebih sedikit dari pasukan Quraisy. Namun pasukan muslim mampu mengalahkan pasukan Quraisy. Selain karena mukjizat yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala tetapi juga dari kepemimpinan Rasulullah yang mampu menanamkan keimanan, ketakwaan, kesetiaan, dan semangat juang untuk membela untuk membela kebenaran dan mempertahankan hak selain mendapat bantuan Allah.
Demikianlah berbagai bentuk kebijaksanaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang selalu indah. Setiap kejadian memiliki buahnya yang telah dipikirkan bahkan sebelum hal tersebut tumbuh. Telah ditetapkan dengan matang agar selalu menjadi pembelajaran dalam kehidupan kelak. Sebagai seorang pemimpin, beliau merupakan contoh dari setiap umatnya. Panutan yang mulia dan setiap yang dikerjakannya merupakan sunnah bagi kita semua sebagai muslim.
References
Emrald Alamsyah, I. (2019, February 19). Meneladani Kepemimpinan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Republika. Retrieved October 8, 2022, from https://www.republika.co.id/berita/pn5m60349/meneladani-kepemimpinan-nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam
Fauzi, A. (2021, August 4). Sahabat Hikmah, Begini Teladan Kebijaksanaan Nabi dalam Mengambil Keputusan. Akurat.co. Retrieved October 8, 2022, from https://akurat.co/sahabat-hikmah-begini-teladan-kebijaksanaan-nabi-dalam-mengambil-keputusan
Hasanah, S. (2017, October 22). Memahami Sifat “Fathanah” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul “Memahami Sifat “Fathanah” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, Klik untuk baca: https://www.kompasiana.com/sofiii/59ec8062a01dff58fe56f244/memahami-sifat-fathanah-rasulullah-sa. Wikipedia. Retrieved October 8, 2022, from https://www.kompasiana.com/sofiii/59ec8062a01dff58fe56f244/memahami-sifat-fathanah-rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam?page=2&page_images=1
Trigiyatno, D. A. (2019, June 18). Cerdas dan Bijak Ala Nabi. Suara Muhammadiyah. Retrieved October 8, 2022, from https://suaramuhammadiyah.id/2019/06/18/cerdas-dan-bijak-ala-nabi/
Jakarta, 08 Oktober 2022
Abidah Nurul Fathiyah (@abidahnf)