Impian Nazwa untuk Ayah

Suasana pagi yang indah, matahari mulai menyingsing sedikit demi sedikit menampakkan sinarnya. Tetesan embun yang mulai berjatuhan dari dedaunan, suara kicauan burung saling bersahutan seolah sedang berbalas nyanyian. Begitulah suasana setiap pagi hari di kampung Nazwa. Sebuah desa yang sangat indah dan asri. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), Nazwa pergi dari kampung halaman untuk bersekolah di luar kota. Alasan utama yang membuat Nazwa bersekolah di luar kota, karena Nazwa memiliki cita-cita untuk menjadi seorang dokter. Ia ingin membantu menyembuhkan penyakit yang diderita oleh ayahnya. Hal itu lah yang membuat Nazwa untuk selalu termotivasi dan semangat dalam belajar. Nazwa bukanlah seseorang yang terlahir dari keluarga yang berada, ia terlahir dari keluarga yang sederhana. 

“Nak… kamu mau jadi pergi ke luar kota dan tinggal bersama bibimu?” tanya ibunya.

“Iya bu, Insya Allah, doakan Nazwa ya bu, mudah-mudahan Nazwa bisa menjadi dokter yang sukses dan bisa membantu menyembuhkan penyakit Ayah”, jawab Nazwa sambil memegang tangan ibunya yang keriput.

“Insya Allah nak… ibu selalu mendoakanmu di setiap doa-doa ibu.” Ucap ibunya sambil menahan butiran air dari ujung matanya agar tidak jatuh.

Keesokan harinya sudah waktunya untuk Nazwa pergi dari kampung halamannya. Berat rasanya bagi Nazwa untuk meninggalkan kedua orang tuanya. Tetapi dengan tekad yang kuat untuk menjadi seorang dokter yang akan bermanfaat khususnya untuk menyembuhkan penyakit ayahnya dan umumnya untuk membantu masyarakat di kampungnya.

“Nazwa pamit ya pak”, ucap Nazwa kepada ayahnya yang sedang duduk di kursi tua sambil terbatuk-batuk.

“Nazwa hati-hati disana ya, selalu berdoa ke Allah agar Allah selalu memudahkan dan mengabulkan segala keinginan dan cita-cita Nazwa”, ucap ayahnya. “Dan yang paling penting jangan pernah meninggalkan shalat walaupun Nazwa sedang sibuk”. Ucapnya lagi.

“Iya ayah, Nazwa akan selalu ingat pesan ayah, ayah juga jangan lupa untuk minum obatnya ya”. Butiran air itu akan jatuh tapi Nazwa dengan cepat menyekanya, tak ingin ayahnya melihat bahwa anaknya ini merasa berat untuk meninggalkannya.

Pukul delapan malam, Nazwa tiba di rumah kontrakan bibinya. Bibinya bekerja sebagai seorang guru di salah satu sekolah swasta di kota tersebut.

 “Assalamualaikum..bi..” sambil mengetuk pintu yang berwarna coklat itu.

“Waalaikumussalam, Alhamdulillah kamu akhirnya sampai juga ke sini”, ucapnya sambil mempersilahkan Nazwa untuk masuk.

“Gimana perjalanannya?”

“Alhamdulillah lancar bi”. Jawab Nazwa.

Keesokan paginya hari pertama untuk Nazwa masuk sekolah di tingkat menengah atas.

“Nazwa … kamu gapapa kan bibi nggak antar kamu ke sekolah barumu? Bibi udah telat banget nih”.

“Iya gapapa bi, Nazwa kan udah gede”.

“Kamu jangan lupa sarapan ya.. Udah bibi siapin di meja”. Sahut bibinya sambil terburu-buru membawa tas yang berisi laptopnya.

“Ia bi nuhun…”. 

Kini Nazwa sudah berada di ujung semester akhir di kelas dua belas, yang artinya ia sebentar lagi akan segera lulus dan memasuki dunia perkuliahan. Cita-citanya menjadi seorang dokter tak pernah padam. Hari-hari untuk menghadapi Ujian Nasional semakin dekat, Nazwa terus berusaha dan lebih giat dalam belajar. Hingga hari ujian pun tiba dan Nazwa mendapatkan nilai yang cukup bagus. Gurunya memberikan arahan agar Nazwa mendaftarkan diri untuk mengikuti SNMPTN. 

Didasarkan keinginannya yang kuat untuk menjadi seorang dokter, Nazwa tak pernah berhenti belajar, mengerjakan latihan SBMPTN, ataupun mengerjakan latihan soal dari kampus yang diimpikannya. Namun tak mudah untuk masuk berkuliah di universitas impiannya ia harus menyaingi banyak siswa lainnya yang juga ingin berkuliah di universitas tersebut.

Bukan hanya giat belajar yang Nazwa lakukan tapi juga mengimbanginya dengan doa. Ia sering beribadah dan berdoa untuk masuk di universitas.

Setiap malam Nazwa bangun untuk melaksanakan shalat malam, dengan mata yang masih terkantuk-kantuk, Nazwa segera bergegas untuk berwudhu dan menggelar sajadahnya. Ditemani sunyinya malam, dan sajadah yang menjadi saksi bisu, Nazwa dengan khusu’nya meminta kepada sang Khaliq agar bisa mengabulkan impiannya untuk menjadi seorang dokter.

“Yaa Allah… sang pemilik jiwa dan raga ini, hamba ingin sekali untuk menjadi seseorang yang bermanfaat, hamba ingin menjadi dokter yaa Allah, semoga Engkau mengabulkan impianku, Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin.”

Nazwa yang sedari malam belajar dengan giat, keesokan harinya ia bangun dengan kantung mata yang menghitam. Nazwa berangkat sekolah dengan penuh semangat karena hari ini adalah hari pengumuman SNMPTN. Nazwa sangat gugup, ia harus menyiapkan diri apabila ia tidak diterima dalam seleksi tersebut. Disepanjang perjalanan menuju sekolah, ia tak henti-hentinya berdoa.

“Yaa Allah, jika memang ini adalah jalan terbaik ku untuk menjadi seorang dokter, mohon mudahkanlah.” setelah berdoa, Nazwa menutup mata dan sejenak menengadahkan wajahnya ke langit sambil mengambil nafas yang panjang, seolah ia sudah siap menerima apapun ketentuan yang akan Allah berikan.

Gerbang sekolah sudah di depan mata, Nazwa segera masuk.

“Hai Naz! Sini!”. Ucap Mira, salah seorang teman Nazwa yang mendaftar SNMPTN di kampus yang sama dengannya.

“Gimana? Udah siap untuk pengumuman kelulusan?” Tanya Mira.

“Insya Allah Mir, Bismillah ya. Mudah-mudahan kita lolos di kampus impian kita”. Ucap Nazwa sambil memegang tangan Mira.

“Aamiin yaa Allah”.

Pengumuman SNMPTN diumumkan pada pukul 10.00 di akun portal masing-masing siswa yang mendaftar. Nazwa bersiap untuk membukanya.

“Bismillaahirrahmaanirrahiim”. Ucap Nazwa sambil menutup mata.

Tak lama terdengar ada teriakan gembira dan ada yang menangis tersedu-sedu di kelas tersebut. Nazwa semakin cemas, dia pun segera membuka akun miliknya.

“Selamat Anda Dinyatakan Lolos SNMPTN”.

Tulisan yang pertama kali di lihat oleh Nazwa di layar telepon pintarnya.

“Alhamdulillah yaa Allah”. Sambil bersujud, Nazwa tak berhenti menangis dan ia merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan.

Mira menghampirinya dan berkata “Gimana Naz?”

“Alhamdulillah aku lolos mir!” dengan mata yang sembab dan raut muka yang bahagia, Nazwa memeluk sahabatnya itu.

“Alhamdulillah aku juga lolos Naz!” mereka tertawa bahagia.

Setelah pulang sekolah, Nazwa segera menelpon orang tuanya di kampung halaman dan memberikan kabar gembira ini.

“Assalamualaikum bu, Alhamdulillah Nazwa keterima di fakultas kedokteran bu!”.

“Alhamdulillah nak, ibu sangat senang mendengarnya.” sambil terdengar suara isak tangis di seberang sana. 

“Allah telah menjawab doa-doa kita selama ini, kamu yang rajin ya belajarnya agar menjadi dokter yang sukses”.

“Iya bu, Nazwa janji, Nazwa juga akan membantu penyembuhan penyakit ayah bu”.

“Mudah-mudahan Allah selalu memudahkan setiap urusan dan cita-cita Nazwa ya”.

“Aamiin, makasih ya bu. Ibu dan ayah sehat-sehat disana ya”.

“Assalamualaikum”. Ucap Nazwa.

“Waalaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh”.

Tiga tahun kemudian Nazwa telah menjadi seorang mahasiswa yang pintar dan berprestasi. Ia berhasil lulus dengan peringkat terbaik dan tercepat, yaitu lulus dengan kurun waktu tiga tahun. Kini ia telah menjadi seorang dokter muda yang sudah siap mengabdi di kampung halamannya, terutama untuk ayahnya.

“Ayah, Nazwa udah lulus. Nazwa akan pulang”. Ucapnya tak sabar ingin pulang ke kampung halamannya.

Tok tok tok.. (terdengar suara pintu) “Assalamualaikum ibu… ayah..”.

“Waalaikumussalam”. Ibu Nazwa membukakan pintu.

“Alhamdulillah nak, kamu sudah kembali”. Sambil memeluk dan mencium anaknya.

“Ayah mana bu?”. Tanya Nazwa yang sedari tadi tidak melihat ayahnya.

Namun tak ada jawaban yang keluar dari mulut ibunya. Nazwa terheran.

“Ayah mana bu? Kok ibu diam aja?”.

“Maafkan ibu nak, ayahmu telah tiada”. Jawaban ibunya itu membuat jiwa dan raga Nazwa menjadi hancur. Tubuhnya lemas tak karuan. 

“Ibu bohong kan?” tanya Nazwa masih tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh ibunya tersebut.

“Ayah meninggal dua hari yang lalu nak. Ibu tak kuasa untuk memberitahumu karena ibu khawatir akan mengganggu proses sidangmu”. Ucap ibunya disertai dengan isak tangis.

“Makam ayah dimana bu?, Nazwa mau kesana sekarang”.

Setelah sampai di makam ayahnya, Nazwa tak menyangka impiannya untuk menjadi seorang dokter dan menyembuhkan penyakit ayahnya, kini ayahnya telah tiada.

Sambil meletakkan toga di pusara ayahnya, Nazwa tak kuasa menahan tangisnya.

‘’Yah , ini Nazwa. Nazwa udah lulus dan sudah menjadi dokter yah. Kini Ayah sudah tidak sakit lagi. Nazwa akan selalu ingat pesan ayah. Semoga Allah memberikan Ayah tempat yang indah di surga-Nya”.

Aamiin yaa Rabbal ‘Aalamiin   

Jakarta, 25 September 2022

Empong Sandi Ami (@Esandyamiiii)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top