Dosanya Nge Riba nget

Dosanya Nge Riba nget

Islam merupakan agama yang sangat sempurna, seluruh aspeknya telah dijelaskan secara rinci dan jelas. Semua penjelasan tersebut terdapat dalam dua sumber utama yaitu Al-Quran dan Hadits. Al-Qur’an sebagai sumber yang baik dan sempurna, memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya adalah bahwa Al-Qur’an dapat berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja, karena Al-Qur’an diturunkan tidak hanya untuk umat tertentu dan juga tidak hanya berlaku pada satu zaman. Benar artinya Al-Qur’an mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya. Mutlak artinya Al-Qur’an tidak diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan terbantahkan. Bahkan kejadian yang akhir-akhir ini muncul semakin membuktikan tentang kebenaran Al-Qur’an. Sedangkan hadits, yaitu segala berita yang bersumber dan Nabi Muhammad saw. baik berupa ucapan, perbuatan maupun pengakuan (taqrir) Nabi Muhammad saw. Allah Swt mewajibkan agar kita mentaati hukum – hukum yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. dan perilaku yang dicontohkan oleh beliau.

Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Selain berfungsi untuk memperkuat apa yang sudah diterangkan Al-Qur’an, hadits juga berfungsi untuk menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum. Di sini peran hadits juga tidak kalah pentingnya dengan al-Qur’an. Hadits Rasulullah Saw yang terkait dengan praktik-praktik ekonomi sangatlah banyak, baik itu tentang masalah utang piutang, jual-beli, kerja sama, riba dan lain sebagainya.

Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita menjalankan dan menaati apa yang sudah ditetapkan oleh Allah swt. Ketetapan atau ketentuan tersebut merupakan bukti bahwa Allah swt. Sangat menyayangi hamba-Nya. Salah satu bentuk ketetapan tersebut adalah pentingnya menjaga diri dari riba.   

Riba yang disepakati keharamannya oleh seluruh ulama bahkan oleh seluruh syariat langit, dengan kata lain riba tidak hanya diharamkan oleh agama Islam saja, tetapi agama-agama samawi yang lain pun juga demikian. Allah mengancam orang yang menjalankannya dengan ancaman yang sangat keras. Allah swt. berfirman:

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ…

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena gila”(Q.S. Al Baqarah: 275).

Ancaman riba yang begitu dahsyat selain dari al-Qur’an, juga terdapat ancaman dari Hadits-hadits Rasulullah. Beliau menjadikan riba sebagai dosa besar yang membinasakan di dunia dan di akhirat. Bahkan semua yang bersinggungan dengan riba semuanya dilaknat oleh Rasulullah Saw. Sebagaimana hadits Rasul sebagai berikut:  

Dari Jabir RA beliau berkata, “Bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya. Rasulullah SAW mengatakan, “mereka itu sama.‟ (HR. Muslim).

Riba secara bahasa artinya tambahan (ziyadah) atau berarti tumbuh dan membesar. Riba (usury) adalah melebihkan keuntungan (harta) dari salah satu pihak dalam transaksi jual beli atau pertukaran barang yang sejenis tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan itu (riba fadl); atau pembayaran hutang yang harus dilunasi oleh orang yang berhutang lebih besar daripada jumlah pinjamannya sebagai imbalan terhadap tenggang waktu yang telah lewat (riba nasi’ah).

Riba dalam islam terbagi ke dalam dua, yaitu tambahan pokok pinjaman yang di isyaratkan dan diambil oleh pemberi pinjaman dari yang berhutang sebagai kompensasi atas tangguhan pinjaman yang diberikannya tersebut. Allah melarang dan mengharamkan kegiatan demikian, sebagaimana firman Allah Swt dalam surah al-Baqarah ayat 280.

اِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Dari firman Allah di atas, dapat disimpulkan bahwa jika telah jatuh tempo hutang seseorang tersebut, sedangkan ia masih dalam kesulitan hendaknya orang yang menghutangkan bersabar dan tidak menagihnya. Sedangkan jika orang yang berhutang telah memiliki, dan dalam keadaan lapang, maka wajib baginya membayar hutangnya tersebut, dan dia tidak perlu menambah nilai dari tanggungan hutang yang dipinjamnya, baik orang yang berhutang tersebut sedang memiliki uang atau sedang keadaan sulit. Bahkan dari ayat tersebut memberikan pelajaran yang luar biasa mengenai mengikhlaskan uang yang kita hutangkan kepada saudara kita, terlebih saudara kita tersebut dalam keadaan kesulitan. Karena Allah akan menggantinya dengan pahala sedekah. 

Riba yang kedua yaitu riba fadl, yaitu  tambahan yang disyaratkan dalam tukar menukar barang yang sejenis, tetapi ada imbalan atau tambahan di salah satu barang yang dipertukarkan. Di dalam keharamannya syariat telah menetapkan dalam enam hal terhadap barang ini, yaitu: emas, perak, gandum putih, gandum merah, kurma, dan garam. Jika dari enam jenis barang tersebut ditransaksikan seara sejenis disertai tambahan, maka hukumnya haram. Sebagaimana hadits Rasul Saw: 

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum putih dengan gandum putih, gandum merah dengan gandum merah, kurma dengan kurma, (dalam memperjual-belikannya), harus dengan ukuran yang sama, dan diterima secara langsung”. (HR Ahmad dan Muslim)

Islam memperbolehkan kita untuk mengembangkan harta dengan cara jual beli. Tetapi, Allah melarang seseorang untuk berusaha mengembangkan hartanya dengan cara riba. Seperti firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 278-279 berikut.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوۡا مَا بَقِىَ مِنَ الرِّبٰٓوا اِنۡ كُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِيۡنَ

278. Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.

فَاِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلُوۡا فَاۡذَنُوۡا بِحَرۡبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ‌ۚ وَاِنۡ تُبۡتُمۡ فَلَـكُمۡ رُءُوۡسُ اَمۡوَالِكُمۡ‌ۚ لَا تَظۡلِمُوۡنَ وَلَا تُظۡلَمُوۡنَ

279. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).

Larangan Allah SWT tentang pengharaman riba semata-mata demi melindungi berbagai aspek, seperti kemaslahatan manusia, baik yang menyangkut akhlak, sosial, maupun ekonominya.

Berikut merupakan ancaman dari Allah dan Rasulnya mengenai bahayanya riba.

  1. Mereka yang melakukan tindakan riba tidak bisa berdiri seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran yang diibaratkan seperti orang sedang mabuk, kemudian akan Allah masukkan mereka ke dalam neraka yang kekal. Sebagaimana firman Allah surah Al Baqarah ayat 275:

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba. Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba. Maka barangsiapa yang telah datang padanya peringatan dari Allah SWT kemudian ia berhenti dari memakan riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya terserah kepada Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya”

  1. Semua pelaku riba dilaknat oleh Rasulullah

Dari Jabir RA beliau berkata, “Bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya. Rasulullah SAW mengatakan, “mereka itu sama.‟ (HR. Muslim)

  1. Allah Swt dan Rasulullah Saw akan memerangi mereka, serta mereka dianggap kafir. 

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوۡا مَا بَقِىَ مِنَ الرِّبٰٓوا اِنۡ كُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِيۡ

فَاِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلُوۡا فَاۡذَنُوۡا بِحَرۡبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ‌ۚ وَاِنۡ تُبۡتُمۡ فَلَـكُمۡ رُءُوۡسُ اَمۡوَالِكُمۡ‌ۚ لَا تَظۡلِمُوۡنَ وَلَا تُظۡلَمُوۡنَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

  1. Di azab oleh Allah Swt sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw

Dari Abdullah bin Mas’ud RA dari Rasulullah SAW beliau berkata, “Tidaklah suatu kaum menampakkan riba dan zina, melainkan mereka menghalalkan terhadap diri mereka sendiri azab dari Allah SWT. (HR. Ibnu Majah) 

  1. Dosanya jauh lebih berat dibandingkan orang yang berzina berkali-kali. 

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.

Dari Abdullah bin Handzalah (ghasilul malaikah) berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam perzinaan.” (HR. Ahmad, Daruquthni dan Thabrani).

  1. Doanya tidak dikabulkan 

“Makanan dan minumannya berasal dari yang haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan oleh yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan Allah?” (HR Muslim). 

Orang  yang melakukan riba artinya memiliki berbagai barang dari sesuatu yang haram. Hal tersebut akan berpengaruh dalam kesehariannya yakni ketika ia memohon sesuatu dan berdoa, doanya tidak akan dikabulkan oleh Allah.

Setelah mengetahui begitu dahsyatnya ancaman dari riba, maka kita patut mengambil hikmah atau pelajaran yang bisa diambil.  Berikut beberapa hikmah tersebut.

  1. Menjadikan pribadi-pribadi manusia yang suka saling menolong satu sama lain.
  2. Dengan sikap saling tolong menolong menciptakan persaudaraan yang semakin kuat, sehingga menutup pintu pada tindakan memutus hubungan silaturahmi baik antar sesama manusia.
  3. Menjadikan pekerjaan sebagai sebuah kemuliaan, karena bekerja merupakan sarana untuk memperoleh penghasilan dan dengan bekerja seseorang dapat meningkatkan keterampilan serta semangat besar dalam hidupnya.
  4. Tidak merugikan orang-orang yang sedang kesusahan, karena dengan adanya riba seseorang yang mengalami kesulitan justru semakin susah.

Setelah kita mengetahui hukum mengenai riba, sebagai seorang muslim yang ta’at, sudah sepatutnya kita berhati-hati terhadapnya. Menjaga darah dan kesucian jiwa dari hal hal yang mengandung unsur riba. Keharaman riba dapat membuat jiwa manusia suci dari sifat tamak dan serakah.

Wallahu a’lam bishawab…

Jakarta, 01 Oktober 2022

Empong Sandi Ami (@Esandyamiiii)

Referensi 

catatan. (2021, 08 02). Al-Quran, Al-Hadits, dan Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam. Al-Quran, Al-Hadits, dan Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam. https://www.judin.my.id/2021/08/al-quran-al-hadits-dan-ijtihad-sebagai-sumber-hukum-islam.html

khazanah. (2020, 01 21). Hikmah Riba. Republika. https://www.republika.co.id/berita/q4gah0320/hikmah-mengapa-allah-swt-melarang-praktik-riba

Tho’in, M. (2016). LARANGAN RIBA DALAM TEKS DAN KONTEKS. LARANGAN RIBA DALAM TEKS DAN KONTEKS, Vol 2, No 02 (2016), 63-68. https://www.jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jei/article/view/44 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top