24/7

24 jam sehari. Kita sebagai manusia mempunyai waktu yang sama di dunia ini. Namun, yakinkah diri ini telah mengerahkan semua waktu yang dipunya dalam meraih kebaikan? Ataukah masih terdapat waktu yang disia-siakan dan membuat kita lalai? Janganlah kita terbuai dalam kehidupan dunia ini. Karena masa akan menjadi abadi saat di kehidupan akhirat kelak. Maka, memaksimalkan waktu yang dipunya menjadi kunci dari segala hal, terutama dalam hal beribadah dan mengerjakan kebajikan. Perumpamaan dari melaksanakan suatu pekerjaan ialah bagai menanam sebuah tanaman, yang akan kita petik di kemudian hari. Barang siapa menanam benih kebaikan, ia akan merasakan buah manis kebaikan yang ia kerjakan. Dan sebaliknya, barang siapa yang menanam benih keburukan, ia akan merasakan pahitnya buah keburukan yang ia laksanakan.

Allah swt. berfirman dalam Q.S Al-‘Asr, ayat 1-3:

وَالۡعَصۡرِۙ

Demi masa

اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ

sungguh, manusia berada dalam kerugian,

اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.

Masa, waktu, usia, dan umur. Hal tersebut merupakan nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Setiap detik yang bergulir, tak akan pernah dapat kembali dan semua yang berlalu tak dapat diubah lagi. Bahkan, Allah bersumpah demi masa tersebut, karena waktu sangatlah berharga dalam kehidupan tiap hamba-Nya. Namun, kebanyakan manusia tidak menyadari hal tersebut dan menyebabkan dirinya terjerumus ke dalam kerugian. Kerugian ini tidaklah memandang apa derajat orang tersebut di dunia. Bagi orang miskin, kaya, sakit, sehat, kuat, lemah, muda, tua, semuanya tak memiliki perbedaan. Melainkan, empat golongan yang disebutkan inilah yang tidak berada dalam kerugian. Yaitu orang yang beriman, orang yang mengerjakan amal sholeh, saling menasehati dalam kebenaran dan juga saling menasehati dalam kesabaran. 

Sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini, kita pasti memiliki waktu yang sama. Satu menit yang bertempo 60 detik, satu jam yang setara 60 menit, satu hari yang berisi 24 jam dan satu minggu yang berputar 7 hari. Tidak ada seorangpun yang mempunyai waktu 50 jam di dalam satu harinya. Namun, mengapa setiap orang mempunyai pencapaian yang berbeda-beda? Bukankah waktu yang dihabiskan itu sama? Jawabannya ialah waktu yang ia manfaatkan. Waktu yang ia miliki tak disia-siakan dan dirinya selalu menggunakan waktu luang untuk terus berusaha dan mencapai target yang ditentukan. 

Masa sendiri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu masa lalu, berisi segala hal yang telah dilaksanakan dan telah berlalu, masa sekarang, berisi kegiatan yang sedang dilaksanakan, dan masa depan yang kelak terdapat jutaan kejutan yang tak disangka-sangka.

Masa lalu merupakan pembelajaran, bukan untuk disesali. Hal ini menjadi bahan untuk terus berproses karena satu detik yang sudah berlalu pun tak akan kembali lagi. Menyesali yang telah lalu merupakan sebuah kesia-siaan. Menjadikannya sebagai pembelajaran untuk bekal dalam membentuk kepribadian yang lebih baik lagi merupakan hal yang sangat berharga. Karena, hal yang paling diutamakan mengenai hari yang telah lalu ialah mengambil hikmah dan mengintropeksi diri agar menjadi insan yang selalu berproses hari demi hari menuju jalan kebaikan. 

Masa yang dimiliki sekarang merupakan hal yang lebih berharga dari emas. Dapat diumpamakan demikian karena emas merupakan barang yang dapat dibeli dan dijual di kemudian hari. Namun, lain halnya dengan waktu. Waktu yang kita punya saat ini tak akan dapat kembali walau hanya sebentar dan tak dapat terbayar dengan harga berapapun. Memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, menggunakannya dengan sebijak mungkin, dan memaksimalkannya adalah hal yang harus selalu menjadi poin utama.

Masa yang akan datang merupakan misteri, tak ada seorang pun yang mengetahuinya dan tak dapat diketahui dengan segala macam cara. Bisa saja diri yang sedang sakit menjadi sembuh di esok hari, atau bisa saja orang yang sehat bugar dicabut nyawanya di hari yang sama. Maka, ketika kita akan merencanakan suatu pekerjaan hendaklah disertai perkataan “إِنْ شَاءَ اللَّهُ” yang berarti “jika Allah menghendaki” atau “jika Allah berkehendak”. Hal ini dikarenakan segala sesuatu terjadi atau tidak terjadi merupakan kehendak Allah, tak ada yang tahu apakah hal yang akan dikerjakannya nanti benar-benar terjadi atau tidak.

Oleh karena itu, marilah kita memperhatikan semua amal perbuatan yang dilakukan, apakah hal yang dilaksanakan itu lebih condong dalam mendatangkan manfaatnya, baik di kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat kelak, atau justru lebih banyak mendatangkan mudharatnya.

Disebutkan juga dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hasyr ayat 18 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT memerintah kepada orang yang beriman untuk bertakwa kepada-Nya dan juga memperhatikan hal-hal yang akan dilaksanakannya pada esok hari. Esok hari disini bukan hanya sekadar waktu di dunia, tetapi mencakup hari di akhirat kelak. Apabila kita termasuk orang beriman, kita harus memperhatikan segala kegiatan yang dilakukan di dunia sebagai bekal di kehidupan selanjutnya.

Suatu ketika, Ibnu Umar berkata :

إذا أصبحت فلا تنتظر المساء ، وإذا أمسيت فلا تنتظر الصباح ، وخذ من صحتك لمرضك ، ومن حياتك لموتك

“Jika engkau berada di pagi hari, jangan tunggu sampai petang hari. Jika engkau berada di petang hari, jangan tunggu sampai pagi. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Manfaatkanlah waktu hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari)

Makna dari perkataan di atas ialah jangan sampai kita menunda-nunda pekerjaan yang ada, apabila pekerjaan itu dapat selesaikan ketika waktu itu juga, maka selesaikanlah. Hendaklah kita tidak berharap dengan kata ‘nanti’. Karena kita sendiri pun tidak tahu akan ada kejadian apa di masa mendatang, apa yang akan terjadi di masa selanjutnya. Termasuk kapan sakit akan menjelang, dan maut akan menghadap. Maka dari itu, kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk menggunakan semua waktu yang dipunya dalam meraih ridho Allah serta melaksanakan berbagai macam kebajikan.

Ada juga sebuah pepatah yang berbunyi “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok pagi.”

Maksud dari perkataan di atas bukanlah kita diminta untuk mengejar segala sesuatu dalam kehidupan dunia. Namun, kita masih memiliki banyak waktu dan kesempatan yang lain dalam mengejar hal bersifat duniawi. Lain halnya dengan kehidupan akhirat, kita harus melaksanakan segala perintah Allah dan juga menjauhi larangan-Nya dengan segera. Tidak menunda-nunda dan bersikap seakan-akan kita tidak mempunyai kesempatan lain selain saat itu juga, seolah-olah kita tak dapat menjumpai hari esok kembali.

Oleh karena itu, marilah kita semua mempergunakan waktu yang dimiliki ini dengan sebaik-baiknya, tidak menunda pekerjaan yang ada, selalu berusaha untuk mencapai hasil yang maksimal pula. Tidaklah suatu pekerjaan selesai dalam waktu yang singkat, maka bersabarlah dalam mengerjakannya dan teruslah berusaha untuk menjadi insan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Jakarta, 20 Agustus 2022

Abidah Nurul Fathiyah (@abidahnf)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top