Virus-virus yang terus merebah, korban-korban yang terus berjatuhan, serta politikus-politikus berkepala tikus yang terus menjajah, apakah aku akan menceritakan atau menuliskan hal ini disini?!. Tentu tidak, nanti kau sakit kepala, sakit mental, dan sakit jiwa membacanya. Lebih baik isi kepalamu dengan Al-Quran, hadits, juga ilmu-ilmu yang banyak. Lalu, perhatikanlah aku bercerita.
Menjelang dzuhur, aku berhasil menginjakkan kaki ku, di halaman depan Hafizhah Pengusaha (HP). Satu koper besar yang membengkak, juga ransel yang kelebihan muatannya sudah aku parkirkan dengan manis didepan garasi HP. sebuah program yang ingin mencetak muslimah yang berjiwa pengusaha, mempunyai usaha, juga hafal Al Quran.
Aku datang dengan tiga orang anak dari negeri yang berbeda denganku. Satu dari Garut, satu dari tanah Padang, Solok, satu lagi dari tanah Jawa bagian tengah, Kebumen. Sedangkan aku?!. Aku berangkat dari gunung yang padat penduduk di daerah Bogor, tepatnya di Gunung Putri. Siang itu, satu persatu aku perhatikan wajah-wajah baru. Wajah jawa, wajah sunda, dan wajah sumatra. Mereka memiliki garis muka kultur mereka yang khas masing-masing. Hal yang sangat aku syukuri, karena memudahkan aku membedakan nama mereka lewat wajah. Hari ini kami habiskan untuk saling mengenal dan menyesuaikan diri satu sama lain. Saling bercengkrama sambil menyodok tenggorokan satu sama lain dengan suatu alat berbentuk plastik yang kecil dan panjang seperti lidi. Saling menyodok tenggorokan satu sama lain bukanlah suatu adat dari suatu daerah yang kami gunakan. Sama sekali bukan. Dimasa kami bertemu ini, sedang terjadi wabah yang sangat ganas, kasat mata, mengerikan, dan telah merenggut banyak nyawa manusia. Virus ini bukan hanya menyerang imun, dan paru-paru. Dia memiliki banyak gejala, dan bahkan mampu merenggut nyawa dengan tanpa gejala. Sangat mengerikan dan rata di seluruh dunia. Seluruh dunia sepakat menyebutnya covid-19. Lalu perkenalan kami yang diselingi dengan aksi saling menyodok tenggorokan adalah cara kami mendeteksi satu sama lain dengan suatu alat, apakah kami membawa virus tersebut atau bersih sama sekali.
Hari kedua, kami sudah diperkenalkan dengan jadwal yang akan dipatenkan untuk mengisi setiap detik kami dengan aktivitas yang akan kami lakukan selama disini. Aku tak heran dan terkejut dengan deretan jam dan keterangan aktivitas yang memanjang memenuhi kertas. Bukan satu tapi, tiga kertas. Aku sudah melihatnya sebelum berangkat ke tempat ini. Semua aku lihat dengan mata wajar dan senang sebelum menyadari betapa aktivitas kami lebih berderet dari pada yang tertulis di jadwal. Ini, karena kami masih dijamu layaknya tamu, dan banyak dimaklumi karena dalam tahap masa perkenalan dan penyesuaian.
Sebelum pindah ke Jakarta Selatan, kami menempati sebuah rumah di sebuah komplek di daerah Depok. Dua minggu awal kami disana, aku dituntun untuk mengenal bagaimana cara mendesain dengan aplikasi yang sangat imut dan memudahkan. Kau akan tahu kalau sudah berada disini. Dahulu, kupikir tak semua orang mampu mendesain. Jika mau mempunyai desain produk yang bagus, harus membayar tukang design dengan harga yang lumayan. Atau jika punya kemampuan mendesain sendiri, kau harus membeli aplikasinya, dan tentu saja tidak murah. Aplikasi imut ini cerdas sekali dan memudahkan. Aku tak akan menyebutkan namanya. Akan terdengar seperti beriklan. Lalu aku juga diajarkan bagaimana berjualan online. Mulai dari membuat toko, bagaimana meletakkan produk di toko online, mendesain toko, bagaimana membuat orang terkesan untuk membeli, bagaimana menerima pesanan, bagaimana memproses pesanan(packing product), bagaimana membuat power merchant toko, dan sebagainya terkait berbisnis online.
Diluar jam aktif bekerja dalam berbisnis online, kami juga memiliki aktivitas lainnya yang antri harus dilakukan. Kala pagi kami harus bangun lebih awal beberapa jam sebelum matahari terbangun. Bekerja keras mengangkat kelopak mata untuk tahajud, tidur kembali, bangun kembali untuk sholat subuh berjama’ah, membaca Al Matsurat, lalu menghafal beberapa ayat AlQuran bimbingan tahsin, dan menyetorkan hafalan dengan dua kakak pembimbing HP. Lalu setelah matahari terbangun dan bersinar hangat, kami bersiap sholat dhuha, makan, mandi, lalu pamit dari matahari memasuki ruangan bersuhu rendah untuk memulai aktifitas ngantor dengan ketiga teman dari tiga negri, serta dua orang kakak pengusaha yang membimbing kami selama enam bulan di HP. Siang hari, kami rehat untuk makan dan sholat. Lalu kembali masuk kantor sampai adzan ashar memanggil. Setelah ashar dan membaca al matsurat petang bersama, lalu kembali bersiap untuk muraja’ah bersama di taman perumahan yang berada tepat di depan masjid. Taman di perumahan tak ramai jika bukan hari libur. Kami bisa bebas memilih tempat untuk berduaan dengan AlQuran. Sampai menjelang magrib, kami baru kembali kerumah. Bergantian mandi, lalu menjalankan kewajiban piket harian. Membersihkan rumah, atau memasak. Lalu makan malam yang dilanjutkan dengan mengikuti kajian online.
Kau tahu, perpisahan apa yang paling berat selain berpisah dengan orangtua bagi remaja?!. Entah aku masih remaja atau tidak, tapi hal ini juga menimpaku. Berpisah dengan handphone. Sangat lebay memang. Tapi manusia pada jamanku, hal seperti ini dianggap tidak wajar. Setiap orang di setiap sudut di muka bumi, kecuali santri di pondok pesantren dan bayi baru lahir yang tidak menggenggam handphone. Semua orang ketergantungan dengan benda teknologi berbentuk kotak ini. Lalu aku dan ketiga temanku ini, masuk dalam salah satu manusia pengecualian yang aku sebutkan tadi. Kami santri di HP. dan terlarang menggunakan benda kotak tersebut selain hari ahad. Aku tahu kami akan terbiasa dengan keadaan ini. Lalu memang menjadi terbiasa. Terbiasa menunggu-nunggu hari ahad datang. Menjelang hari jum’at, kami sudah riang memikirkan datangnya ahad. Dua hal yang ditunggu untuk si ahad adalah, malam movie time, dan siang dengan me timenya.
Malam movie time, kami akan mengadakan nonton bareng. Lampu dimatikan, suara dengan speaker yang dibesarkan, bantal di pelukan, sarung berselimutkan, lalu adanya cemilan. Sangat bioskopi meski tak bertandang ke ex ex wan. Walau berbeda ya tetap kami ucapkan hamdallah ketika filmnya berakhir. Di bioskop tak ada aba-aba begitu. Memulai dengan basmallah, mengakhirinya dengan hamdallah. yah, intinya adalah NONTON FILM. Dimanapun itu, tak masalah bagiku. Lalu me time, apa kau penasaran kenapa terasa istimewa dan ditunggu-tunggu?!.
Seperti pada umumnya remaja perempuan, kami juga tak bisa berpisah sepenuhnya dengan mie instan dan makanan yang digoreng dengan minyak berlimpah terutama gorengan. Dengan negosiasi ringan, akhirnya kami bisa makan mie instan dan bebas jajan diluar setiap hari ahad. Aku bahkan sudah membawa enam mie instan besar dari rumah. Tak boleh mubadzir dan dibuang kan?!.
Lalu kisah kami yang sudah dianggap resmi sebagai anggota HP, harus mengikuti setiap detik aktivitas yang dijadwalkan dan tidak dengan pemakluman sebagai anak baru atau dalam tahap adaptasi. Aku benar-benar kewalahan dan sangat kelelahan. Aku kira, ketiga temanku juga merasakan yang hal sama. Hal yang paling membutuhkan tenaga lebih adalah jadwal memasak. Itu menurutku yang tak pandai memasak dan tak suka memasak. Meski berdua, aku harus memasak enam kali seminggu. Sudah dijadwal dengan rata dan adil. Aku dipasangkan bergantian dengan ketiga teman beda negri ku itu. Meski lelah dan tak punya pilihan selain memasak hingga tuntas, kami masih punya pilihan melakukannya dengan terpaksa atau sambil tertawa bebas bersama. Menertawakan hal-hal yang kami baru temukan dan banyak hal yang tidak kami mengerti di dapur. Suatu hari, aku dan temanku yang berasal dari Padang mendapat jadwal memasak makan malam bersama. Begitu seringnya kami mendapati masakan cumi, baru kami sadari ketika kami harus memasak cumi-cumi dan kami tak tahu bagaimana membersihkan hewan laut satu ini. Sangat konyol dan menggelikan di umur kami yang setua ini. Ini baru satu cerita. Lain hari, kami kebingungan bagaimana cara memasak suatu masakan dan tertawa geli memasukkan sembarang bumbu yang kami tidak kenali kedalam masakan kami. Lain partner, lain cerita, lain pula keanehan memasaknya. Seaneh-anehnya masakan yang kami masak, ya tetap dimakan juga. Alhamdulillah. Memasak bukan lagi hal membosankan meski tetap melelahkan. Setidaknya aku punya pandangan yang berbeda dari kasus memasak dan bebas membuat percobaan di perut manusia. Haha…
Dapur HP bertabur benda teknologi disana-sini. Kecanggihan banyak menolong manusia modern. Mulai dari menggoreng yang bebas minyak, bebas panas, tidak pegal membolak-balik masakan, ada alatnya. Mau memasak yang dipanggang-panggang, tapi enggan berurusan dengan bara api, ada oven listrik. Mau menghaluskan bumbu, namun malas nguleg, tinggal blender. Masak nasi, soup, bubur, soto, gulai, tapi malas menunggu, pakai rice cooker. kau bisa membahagiakan ibumu dengan alat-alat modern ini. Ibu-ibu adalah makhluk Allah yang sangat menyukai dapur dan aktivitas masak-memasak. Bahagiakan dia dengan kemudahan yang ditawarkan teknologi dan kecerdasan jaman kita. Maka jadilah pengusaha. Let’s make a money. Mulai saja dulu. Berada disini pun, aku sedang memulai langkah awalku. Entah menyerah ditengah jalan, atau tahan banting kedepannya, bukanlah perkara yang harus dipikirkan, tapi dilalui. Langkah awalmu dulu ambil. Perkara menyerah atau jalan terus, itu urusan mentalmu, dan urusan Allah. Hidup cuma sekali, hiduplah yang berarti.
salah satu manfaat dari benda teknologi yang sangat penting adalah, kemudahan, dan menghemat waktu. Keberkahan waktu di zaman kita, sudah jauh berkurang dan hampir tak ada. Kita selalu merasa kekurangan waktu, selalu keteteran dalam menjalankan aktifitas dan kewajiban kita sebagai muslim. Mengeluh dan menyalahkan keadaan bukan solusi atau jalan keluar yang praktis. Allah memberikan solusi dengan kemajuan teknologi di zaman kita. Lengkap dengan kemaslahatan, juga fitnahnya. Aktifitas lain, yang berat bagi kami dan tertolong teknologi adalah mencuci baju. Di jadwal kami yang beruntut panjang ini, pakaian kami di cucikan oleh mesin. Dalam seminggu, jadwal kami diatur sedemikian rupa agar bergantian mencuci setiap hari dan tidak bentrok. Aktivitas kajian dan tahsin Al-Quran yang kami ikuti setiap malamnya pun sama. Jarak puluhan ribu kilometer, atau keadaan negara yang melarang bepergian antar daerah, antar kota tak lagi menjadi kendala. Komunikasi via virtual tak jauh berbeda dengan bertemu secara langsung. Yah, meski tentu saja pahala dan keberkahannya tak bisa disamakan dengan yang bertemu langsung. Begitu juga dengan bermuamalah dalam berbisnis. Kami lakukan dengan media teknologi. Serba terbatas, serba sempit, serba sulit, bukan berarti kita diam saja menunggu mukjizat turun. Mukjizat sudah pergi seiring perginya rasulullah. Bergeraklah. Bergerilya mencari celah. Aku pun, bukannya sudah berada dalam kondisi yang terang tanpa kesusahan. Aku pun sedang dalam kondisi yang meraba mencari celah. Entah kapan kegelapan merungrung, namun selama masih bernafas dan bisa bergerak, bergeraklah. Meski terseok-seok mencari cara memulai bisnis, meski langkah patah-patah berusaha menguasai Al-Quran setajwid-tajwidnya, setahsin-tahsinnya. Meski penat dalam belajar atau menguasai suatu bidang ilmu. Atau kelelahan-kelelahan lainnya
Lalu, ramadhan datang dengan pesonanya yang tak luntur meski di tengah merebaknya wabah yang menyeramkan. Jadwal kerja kami dikurangi dan ditambah dengan jadwal tilawah kami yang di target lima juz perhari. Mulut kering namun hati kami berembun. Atau basah?!. Begitulah, kami menyibukkan diri caper dengan tuhan kami. Bergantian menjadi imam tarawih, dan tahajjud, mengikuti kajian dan tarhib ramadhan, menyiapkan sahur, mengejar target yang kami patok untuk diri kami. Namun tetap saja kami mempunyai hal istimewa untuk ditunggu. Yaitu i’tikaf dan mudik. Lima hari sebelum lebaran, kami mengikuti i’tikaf bersama di salah satu pesantren Quran di daerah Cibinong. Meski setan dibelenggu, manusia masih dikuasai hawa nafsu yang menjadi fitnah atas dirinya. Begitu pula yang terjadi diantara kami. Hal-hal kecil bisa menjadi sebuah kesalahpahaman yang tak terhindarkan. Namun setiap muslim selalu dibekali bagaimana cara berhubungan sesamanya, dan bagaimana memecahkan sebuah permasalahan menjadi sebuah pelajaran dan hikmah. Orang beriman selalu akan diuji dengan keimanannya bukan?!.
Hari mudik pun datang, kami pulang dengan ujian perpulangan kami masing-masing. Dampak dari wabah yang menyerang indonesia, pemerintah mempersulit pergerakan siapa saja yang bepergian antar kota seperti kami. Tujuan nya adalah mempersempit penyebaran wabah antar daerah.
PR kami selama dirumah adalah mematangkan bisnis yang akan kami jalani nanti setelah selesai dari program Hafizhah Pengusaha, melanjutkan i’tikaf sampai pagi hari lebaran, birrul walidain, dan kalau bisa menyelesaikan proposal bisnis kami. Mudik memang masa-masa rehat, meski tak rehat sepenuhnya rehat. Seseorang pernah memberiku nasihat, “jadikan sabar dan shalat sebagai istirahat”. Seseorang yang lain juga pernah memberiku nasihat, “nanti kau bisa istirahat dengan tenang, pas di kuburan”. Kesimpulannya adalah, jika lelah dan ingin beristirahat sejenak, kau bisa bersabar, atau shalat, atau mati.
Lalu kisah kami berlanjut hingga kembali dari mudik ke jakarta. Aku adalah anggota paling awal datang dari ketiga temanku yang lainnya. Lalu, menyusul anak Kebumen, dan paling akhir anak Solok datang setelah berhari-hari dibawa bus sumatra. Kami pincang, satu teman kami yang berasal dari garut tak kembali dan menyerah melanjutkan chapter baru bersama. Aku sangat sedih dan berharap dia kembali ke Jakarta. Hampir tiga minggu aku masih menaruh harap dia kembali. Dan berkali-kali bertanya pada yang lain apakah dia akan kembali apa tidak. Genap sebulan, aku pasrah dan benar-benar menerima dia tak akan kembali. Life must go on. Begitu kata pepatah. Lalu kami merombak jadwal aktivitas dan piket kami untuk menyesuaikan dengan jumlah anggota. Tak banyak yang berubah, hanya bertambah sedikit lebih banyak. Pelan-pelan kami pasti akan terbiasa. Meski kami masih sering mengeluh karena lelah, toh, tak ada yang berubah selain bertambah lelah. Jadi kami hanya terus melakukan aktivitas kami, menebas waktu, mengalahkan ego, meramu ayat-ayat Quran menjadi susunan juz untuk ditasmikan, membicarakan artis-artis dan berita terbaru yang kami dapat setiap minggu, berkomentar sarkas tentang politik yang runyam, saling bercerita keluhan, kerunyaman, dan kelucuan sehari-hari, menyiapkan rencana berbelanja dan menonton apa di hari minggu, kejenuhan, dan kerinduan dengan orang rumah, lalu menebak-nebak hal apa yang akan terjadi besok, lalu besok lagi, dan besok lagi. Dan waktu terus berlari tanpa kami sadari.
Bulan kelima kami berada di HP, lonjakan korban dari wabah covid meningkat, kami terkejut-kejut dengan ledakan pesanan dari bisnis yang kakak-kakak pembimbing kami jalankan. Pesanan hazmat, dan alat kesehatan lainnya datang bertubi-tubi dengan berbagai kegentingannya masing-masing. Puluhan driver ojek online datang berkali-kali dalam sehari. Omzet bertambah, namun kami kekurangan orang. Overload packing. Disini, aku benar-benar termotivasi untuk bisa menjadi pengusaha. Memiliki uang bukanlah sebuah dosa, malah bisa bernilai pahala, dan kebaikan. Rasulullah meminta pada Allah untuk dimatikan dalam keadaan miskin, dan dibangkitkan bersama orang-orang miskin. Ini bukan dalil yang bisa kau ambil untuk hidup bermalas-malasan dan menjadi peminta-minta. Lihat siapa istri rasul yang mulia itu. Ratu Makkah, yang kekayaannya menyaingi seluruh harta yang dikumpulkan menjadi satu di kotanya. Lihat sahabat-sahabat tercinta yang dekat disisinya, Abu bakar, Umar bin khattab, Ustman bin affan, Abdurrahman bin ‘Awf, Az-Zubayr bin al ‘Awwam, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Sa’d bin Abi Waqqas. Bagaimana mereka selalu berkompetisi dalam menggelontorkan kekayaannya dijalan dakwah. Bukan kompetisi kaleng-kaleng, tapi dinar yang bernilai triliunan jika dirupiahkan. Bukan sekali, tapi kompetisi tak ada akhir sampai mereka mati. Kaya tak masalah. Asal membawamu dengan mulus kesurga. Didapat dengan cara halal, dan untuk hal yang benar. Atau mau meneladani sahabat yang dijamin surga dan bercita-cita miskin seperti abdurrahman bin auf?!. Tak apa, sangat bagus. Silahkan telusuri biografinya. Dan teladani kehidupannya. Semoga Allah memberkahi dan mengiringi cita-cita kita. Ini sedikit kisah yang mampu aku bagikan, selama kami menggurat kisah bersama disini. Oh ya, untuk mengakhiri tulisan ini, aku ingin menyampaikan satu quotes yang sangat bagus hasil dari mengikuti kajian Ustadzah Wiwi Wirianingsih tadi malam, dan membuat saya benar-benar tersadar dan terhibur. “Tak ada kenikmatan yang diperoleh dengan kenikmatan”. Selamat memulai langkah!!. Meski bukan hanya tentang cerita, tetap saja, sebaik-baik bacaan adalah Al-Quran kawan. Barakallahu fiikum. Wassalam. Dan lagi, jangan lupa!. Make your first step. Like tap..tap..tap..