Jungkir Balik Dunia Rima

Dialah saya yang baru bertemu hari disaat matahari sudah meninggi, sedikit bermalas-malas di tempat tidur dan mulai meraih ponsel, memilih tetap bergelung meski udara kian panas bersama penghuni kos lain. Nggak ada yang special memang, kegiatan rutin mahasiswa akhir yang semalaman habis digempur revisian. Kebiasaan yang nggak terlalu dianjurkan. Tapi, who knows?! Kebiasaan hidup yang nyaris diidap oleh rata-rata mahasiswa akhir itu tak serta merta hilang. Ia lekat bak lintah dengan jadwal hidup yang menyaingi kelelawar. Kalau sudah demikian pukul satu serasa senja, pukul lima serasa isya, pukul enam waktunya tidur, semua sudah terasa wajar saja, hingga…..

“Qiyamul Lail” 

“Udah Jam Empat”

God, sekarang sudah nggak terdengar semenyiksa itu. Sekalipun satu dunia berkonspirasi untuk membohongi bahwa saya adalah manusia pagi pada manusia lain, bisa saya pastikan nggak ada yang percaya, warna hitam dibawah mata cukup menjelaskan siapa saya. Pertengah Februari lalu saya memutuskan untuk mengikuti program Hafidzah Pengusaha, defenisi di brosur menjelaskan program yang memberi pembinaan dalam bidang Al-Qir’an dan bisnis. Tapi defenisi spontan saya, itu adalah program yang menjungkir balikkan dunia saya. Jam tidur adalah salah satu tantangan dari sekian tantangan lainnya di program ini. Semestinya ini nggak akan jadi masalah kalau beberapa bulan belakangan saya nggak neko-neko dengan menjadi titisan kalong, mengikuti jejak teman-teman saya yang lain. 

Jam tidur lebih awal dan bangun lebih pagi merupakan hal yang teramat sangat saya sulit beradaptasi dengannya, dari pukul sepuluh hingga pukul empat, kisaran waktu itu belumlah cukup jika dibanding dengan waktu tidur saya sebelum berada disini. Kebiasaan baru ini berimbas pada keesokan harinya, jam kerja saya jadi nggak fokus, setiap waktu yang tidak diisi kegiatan saya tertidur, pun dikala pengajian saya tidur karena nggak bisa menahan kantuk. Tapi satu hal yang saya rasakan ketika memiliki tempat favorit didekat jendela, langit masih cukup gelap, udara sejuk, dan kesibukan manusia belum bergeliat, hal yang sangat jarang saya dapati, biasanya saya akan duduk disana pada sofa single yang memperlihatkan langit, menjadi bagian favorit saya ketika mendapati kedamaian semacam itu, saya akan berdiam cukup lama disana bersama Al-Qur’an hingga nanti matahari mulai terbit dan menguning di langit. 

Belum usai perihal jam tidur, meski dunia saya seperti jungkir balik karenanya tapi mendatangakan beberapa kebiasaan baik yang amat jarang saya lakukan, salah satunya yaitu sholat tahajjud. Saya nggak terlalu memikirkan soal ibadah yang menjadi kebiasaan ahli syurga ini dulunya, apa yang bisa diharapkan dari kebiasaan saya yang seakan membalikkan hari. Tapi disini, saya mulai rutin sholat tahajjud, masih dua rakaat setiap malamnya. Namun hal tersebut selalu saya niatkan bisa menjadi kebiasaan yang rutin hingga saya tiada kelak, dari hal ini saya berharap dapat memperbaiki akhlak dan iman saya, menjaga fikiran, tingkah laku, dan lisan saya, karena sejatinya seseorang itu tergantung pada bagaimana ia sholat. Makin kesini memasuki bulan kedua saya dengan rutinitas jam tidur yang sistematis, ternyata secara bertahap kualitas sholat tahajjud mestilah ditambah dengan memperpanjang bacaan, syukurnya saya tidak mengantuk dalam mendirikan sholat tahajjud tak seperti di awal-awal, bahkan saya pernah tertidur ketika tasyahud akhir. Meski baru bisa menambah bacaan sholat sehalaman atau lebih saya bersyukur dan berdoa diberi kekuatan serta di mudahkan untuk melaksanakan ibadah, semoga bisa membaca semua bacaan sholat dengan fasih dan kuantitasnya juga lebih banyak.

Pembaca yang budiman, semua orang punya dosa, punya lingkaran setan yang dirinya sendiri terjun dan ciptakan. Namun selagi nafas belum sampai ditenggorakan, sebejat apapun kalian berhak memperbaikinya. Berkewajiban memperbaikinya. Harga mati untuk memperbaikinya, jika tidak mau berakhir dengan sia-sia. Karena kelak cuma bicara dua jalan, suulkhotimah atau khusnulkhotimah, syurga atau neraka. Tak mengapa jika baru mampu seayat dua ayat, tak mengaba baru belajar al-fatihah, pun tak mengapa jika kini baru kalian putuskan bersyahadat, karena jika ditanya kapan waktu untuk kembali ke Jalan-Nya, jawabanya adalah saat ini. Siapa yang menjamin umur? Bahkan untuk satu detik setelah kalian membaca huruf per huruf ini tidak ada yang bisa menjamin nafasnya masih berhembus, matanya masih melihat, hatinya masih peka. Jika kalian menyadari apa yang saya sampaikan ada benarnya, kebiasaan tidur saya yang berantakan itu adalah buruk, dapat melalaikan ibadah dan mengingat Allah, serta bertentangan dengan sunnah, ataupun pada akhirnya kalian menertawakan karena saya sia-sia dengan kehidupan, maka itulah petunjuk. Pintu itu sudah diketuk tinggal kalian yang memutuskan, akan membiarkanya masuk atau justru kembali memalingkan diri. 

Jakarta, 3 April 2021

Rima Arfa Solia

find me on instagram as rimarfa

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top